Kedua Minggu Adven [6 Desember 2015]
Lukas 3:1-6
“Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya (Luk 3: 4).”
Kita ingin sukses, menjadi nomor satu, dan menjadi pemenang. Tentunya, hanya menjadi nomor dua setelah usaha habis-habisan menjadi number satu adalah menyakitkan. Injil hari ini menegaskan kecenderungan dominan alami ini. Lukas memulai Injilnya dengan menyebutkan ‘alpha males’ pada zaman itu: Kaisar Tiberius di Roma, Pontius Pilatus di Yudea, Herodes di Galilea, dan Hanas dan Kayafas, imam besar di Yerusalem. Mereka adalah standar dan perwujudan dari keberhasilan. Mungkin, mereka adalah Barack Obama, Steve Jobs dan Mark Zuckerberg di zaman kita. Ada yang memuja, ada yang membenci dan yang lain takut kepada mereka, namun mereka tetap menjadi sumbu di mana orang-orang berotasi.
Namun, bagian kedua dari Injil mengambarkan sosok yang berbeda. Namanya adalah Yohanes Pembaptis. Tidak diragukan lagi dia adalah seseorang yang berintegritas dan berani. Dia tak kenal takut dan berkhotbah dengan berapi-api. Dia adalah bintang baru, dan orang-orang mengikuti dan mengaguminya. Namun, ia menerima misi ilahi khusus bahwa ia mempersiapkan jalan bagi seseorang yang lebih besar daripadanya. Ia bukanlah Mesias.
Dia mungkin mempertanyakan Allah, “Mengapa saya tidak bisa menjadi nomor satu? Saya memiliki kemampuan, prilaku dan karakter yang kuat. Orang-orang datang kepada saya, mereka mencintai saya dan siap untuk memberikan hidup mereka untuk tujuan saya. Tapi, mengapa Tuhan hanya ingin saya menjadi orang nomer dua setelah Kristus? Aku seharus menjadi Mesiah!” Konflik batinnya pun semakin bertambah setelah beberapa orang Israel membujuk dia untuk menjadi Mesias. Namun, pergulatan tersebarnya adalah ketika Dia menyadari bahwa Yesus, sepupunya dari Galilea, adalah Mesias. “Hai, saya lebih baik dari sepupu kecil saya ini. Saya Yahudi tulen, anak Zakaria, imam terhormat, sementara ia adalah seorang Galilea, anak Yusuf, seorang tukang kayu miskin. Saya berkhotbah dengan berani sementara Dia adalah sang pendongeng perumpamaan. Saya berpuasa dan terus berjaga sementara Dia sibuk menghadiri pesta. Dan ingat, saya adalah orang yang membaptis-Nya! “
Namun, meskipun ketegangan dan pergulatan yang luar biasa, Yohanes tidak pernah jatuh ke dalam godaan besar ini. Bahkan, ia secara terbuka menyatakan, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil. (Yoh 3:30)” Yohanes menjadi perwujudan dari kerendahan hati yang sejati. Seorang bijak pernah berkata bahwa kerendahan hati dihadapan otoritas adalah kewajiban, kerendahan hati dihadapan rekan yang setara adalah sopan santun, tapi kerendahan hati dihadapan orang-orang yang kita tahu bahwa kita jauh lebih baik, adalah kekudusan. Yohanes bergulat dengan dirinya sendiri untuk mengikuti kehendak Allah yang sangat bertentangan dengan naluri kepemimpinannya, namun tanpa konflik batin ini, kerendahan hatinya tidak akan teruji dan hanya menjadi sekedar basa-basi. Karena kerendahan hati yang sejati ini, Yohanes pun akan selalu dikenang sepanjang generasi sebagai nabi terbesar.
Ada kalanya kita sangat ingin sesuatu yang baik terjadi pada hidup kita, tetapi kita tahu bahwa ini bukan kehendak Allah. Sebagai seorang frater, saya bergulat untuk tetap setia karena hidup di dalam biara banyak tuntutan dan tidak mudah, dan juga godaan bahwa saya dapat memiliki kehidupan yang lebih baik dan mudah di luar sana. Seorang istri yang berjuang mempertahankan pernikahannya dan menolak untuk meninggalkan suami yang sakit, dan hidup dengan seorang pria yang lebih tampan dan lebih kaya, adalah seorang Yohanes di zaman ini. Seorang pria yang mengorbankan tawaran akan pekerjaan impiannya karena dia perlu menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anaknya dan mendidik mereka untuk menjadi orang Katolik sejati, adalah Yohanes. Tidak salah jika Yohanes Pembaptis terpilih menjadi karakter utama pada masa Adven ini karena ia mengajarkan kita satu nilai berharga bahwa kerendahan hati yang sejati adalah mengikuti kehendak Allah dan ini adalah pekerjaan yang tidak mudah.
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
