Minggu ketiga di Masa Biasa. 24 Januari 2016 [Lukas 1:1-4; 4:14-21]
“setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, Theophilus (Luk 1: 3)”
Fundamentalisme adalah keputusan kita untuk memeluk sebuah pandangan atau paham sebagai satu-satunya yang benar dan akibatnya, yang lain dianggap sebagai salah dan bahkan harus dimusnahkan. Meskipun kita dengan mudah mengasosiasikan fundamentalisme dengan agama, fundamentalisme dapat terjadi juga di berbagai aspek dari masyarakat. Ada fundamentalisme agama, politik, ilmu pengetahuan/science dan bahkan fundamentalisme ekonomi. Science tentunya baik dan bermanfaat bagi umat manusia, tetapi ketika beberapa orang membuat science, terutama teori-teori tertentu, sebagai satu-satunya jalan untuk mengetahui kebenaran, maka kita memiliki fundamentalisme. Ekonomi sungguhnya diperlukan bagi masyarakat untuk berfungsi, tetapi ketika kita melihat keuntungan sebagai satu-satunya hal yang penting dan bahkan mengorbankan nyawa manusia dan lingkungan hidup untuk ini, maka kita telah jatuh ke dalam fundamentalisme.
Hari ini, kita mendengarkan awal Injil menurut Lukas. Dia sedikit berbeda dari penginjil lain karena ia sengaja menempatkan di prolognya metodologi petulisan Injilnya: “ aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur.” Mungkin karena Lukas, sebagai tradisi mengatakan, adalah seorang dokter dan sebagai dokter, ia dilatih untuk bekerja secara teratur dan menggunakan metode ilmiah yang tersedia pada zamannya. Dalam Lukas, kita bisa menemukan bahwa kisah Yesus ditulis berdasarkan penelitian menyeluruh dan prosedur yang ketat dari waktu itu. Singkatnya, Lukas menulis tentang iman dengan metode ilmiah. Yesus lahir dari seorang wanita, namun Dia dikandung oleh kuasa Roh Kudus. Ia menderita dan wafat, namun ia juga bangkit. Dia benar-benar manusia, namun juga benar-benar Allah. Injil terlahir sungguh untuk mencabut setiap bentuk fundamentalisme dari jiwa Theophilus.
Saat ini saya belajar di Institute of Preaching di Quezon City, Metro Manila, dan di sana, kami belajar bagaimana mewartakan iman dibantu oleh berbagai ilmu pengetahuan seperti retorika, hermeneutika (studi penafsiran), psikologi dan banyak lagi. Kitab Hukum Kanonik telah mengatur bahwa setiap imam masa depan harus mengambil setidaknya empat tahun Teologi. Teologi, menurut definisi yang sederhana, adalah ‘science of God’. Kita mencoba untuk terjun ke dalam misteri Allah melalui berbagai metode ilmiah. Dengan demikian, pelatihan imam yang saya terima adalah untuk mengusir segala bentuk fundamentalisme keagamaan dalam diri saya.
Di jantung Ordo Dominikan adalah Kebenaran. Dan St. Thomas Aquinas, seorang Dominikan dan salah satu pemikir terbesar, telah menunjukkan kepada kita bahwa Kebenaran ini dapat ditemukan juga di filsuf pagan seperti Plato dan Aristoteles, pada sarjana Yahudi dan Muslim, dan teolog lain yang memiliki pandangan yang bertentangan. Dalam opus-nya, Summa Theologiea, kita dapat dengan mudah melihat bagaimana ia dengan nyaman dan teratur mengumpulkan semua pandangan, baik yang pro dan contra, menjadi kesatuan yang indah. St. Thomas mengajarkan kita untuk tidak memonopoli kebenaran, tetapi dengan kerendahan hati, belajar juga dari orang lain, terutama mereka yang berbeda dari kita.
Sekarang, kita mungkin menyadari bahwa kita tidak merangkul absolutisme agama dan pandangan ekstrim, tapi fundamentalisme masih bisa merambat masuk ke dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketika kita menjadi suami yang keras kepala yang berpikir bahwa kita selalu benar, ketika kita menjadi orang tua yang mendominasi dan yang menolak untuk mendengarkan anak-anak kita, kita adalah fundamentalis. Ketika seorang imam bertindak seperti raja dan semua umatnya harus mematuhi, ketika suster pimpinan berprilaku seperti ratu dan memperlakukan lainnya seperti pelayannya, ini adalah fundamentalisme. Kita harus ingat bahwa kita Katolik dan menjadi seorang Katolik fundamentalis sebenarnya kontradiksi. Katolik berarti universal, pria dan wanita bagi semua orang, dan kita tidak boleh dibatasi oleh bentuk-bentuk fundamentalisme.
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
