Hari Raya Natal [25 Desember 2017] Yohanes 1: 1-18
“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. (Yoh 1:14)”
Natal adalah salah satu hari yang paling menggembirakan di dalam Gereja. Tapi, apa yang membuat kita gembira Natal ini? Apakah karena banyak pesta? Apakah karena kita menerima banyak hadiah? Apakah karena kita bisa berkumpul dengan keluarga? Terlarut dalam banyak perayaan, kegembiraan, belanja, dan liburan, kita sering melupakan alasan utama di balik Natal. Tentunya, kita semua tahu Natal adalah hari kelahiran Yesus Kristus, tapi apa arti sesungguhnya kelahiran ini bagi kita? Mari kita berhenti sejenak dan merenungkan Injil Yohanes.
Yohanes Penginjil menggambarkan kelahiran Yesus hanya dalam satu kalimat, “dan Firman itu telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita.” Ini adalah kalimat yang sangat pendek namun penuh daya. Firman menjadi manusia sejati. Dia menghirup udara yang kita hirup, merasakan apa yang kita rasakan, dan bekerja untuk mencari nafkah seperti halnya banyak dari kita. Dia adalah manusia seperti kita dalam segala hal kecuali dosa (lihat Ibr 4:15).
Namun, manusia ini juga sangat berbeda dengan kita, karena dia adalah Firman. Siapakah Firman ini? Pada awal Injilnya, Yohanes penginjil memberi kita deskripsi Firman yang sangat singkat tetapi penuh kekuatan. Firman bersama Tuhan sejak awal, dan Firman itu adalah Tuhan. Dengan keberanian, Yohanes penginjil menyatakan bahwa Firman ini adalah Allah Putra, pribadi ilahi yang kedua dari Tritunggal Mahakudus. Dia telah ada bersama dengan Allah Bapa dalam kekekalan, dan hanya melalui Dia, semua ciptaan ada. Saat Maria menerima Kabar Sukacita, Firman yang Maha Kuasa ini menjadi manusia, dan pada hari Natal, Dia lahir di Betlehem.
Memang benar bahwa kisah kelahiran Yesus di Lukas dan Matius lebih hidup dan panjang dibandingkan dengan Yohanes. Matius memiliki tiga orang Majus, dan Lukas memiliki malaikat dan gembala. Namun, meski singkat, hanya Yohanes yang menghubungkan Natal dengan sang Firman. Natal mencapai makna terdalamnya saat kita dapat menemukan sang Firman, Putra Allah, yang memutuskan untuk dilahirkan sebagai manusia. Lalu mengapa Tuhan memilih untuk menjadi seorang manusia, rapuh, rentan terhadap rasa sakit dan penderitaan, dan fana seperti kita?
Satu-satunya jawabannya adalah cinta kasih. Tuhan adalah kasih (1 Yoh 4: 8) dan Tuhan sangat mengasihi kita, sehingga Dia memberi Putra-Nya bagi kita. Tuhan sangat mencintai kita, sampai-sampai Ia menjadi salah satu dari kita, dan dengan menjadi seorang manusia, kita dimungkinkan merasakan kasih-Nya dengan cara yang paling radikal. Kita bisa membahas berbagai teori cinta dengan panjang lebar, tapi tanpa tindakan nyata, cinta kasih itu tidak ada artinya. Jadi, cinta kasih Tuhan diwujud nyatakan dengan cara yang paling konkret saat Ia menjadi manusia. Kita mungkin tidak mengerti mengapa Ia mencintai kita seperti ini, tapi Tuhan seperti seorang ibu yang sangat mencintai bayi yang baru lahir, akan melakukan apapun untuk memastikan kesejahteraan sang bayi, bahkan sampai mengorbankan nyawanya sendiri. Natal memang merupakan salah satu peristiwa terindah karena disini kita bisa merasakan dan menghargai kasih Tuhan dengan cara yang paling radikal. Itu adalah karunia cinta kasih, dan hanya cinta sejati yang bisa membuat kita benar-benar bahagia.
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
