Pesta Keluarga Kudus [31 Desember 2017] Lukas 2: 22-40
“Mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan (Luk 2:22).”
Hari ini, Gereja merayakan Pesta Keluarga Kudus. Santo Yusuf dan Perawan Maria adalah pria dan wanita adalah paling kudus di antara manusia, dan pusat keluarga mereka adalah Yesus, Putra Allah. Sungguh tidak ada keluarga lain yang dapat menyamai keluarga kudus yang satu ini. Melihat keluarga kita sendiri, kita sadar bahwa kita tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Keluarga Kudus ini. Benar bahwa kita semua dipanggil untuk menjadi kudus seperti mereka, tapi kita terus bergulat dan gagal. Tidak ada di antara kita yang dikandung tanpa noda seperti Perawan Maria. Tidak ada wanita di antara kita yang melahirkan Putra Allah melalui kuasa Roh Kudus. Banyak dari kita pasti suka tidur, tapi siapa di antara kita seperti St. Yusuf, yang menerima kabar dari Malaikat Allah dalam mimpi kita? Terlepas dari upaya terbaik kita, kita terus saling menyakiti, gagal, jatuh, dan jauh dari contoh ideal Keluarga Kudus.
Namun, kekuatan yang sesungguhnya dari Keluarga Kudus tidaklah terletak pada kebaikan Yusuf atau Maria. Ini bukan tentang kehebatan Maria yang diberkati di antara wanita. Ini bukan tentang ketaatan Yusuf yang dengan setia mengikuti Hukum Musa. Namun, ini adalah karena rahmat dan belas kasih Allah, dan bagaimana mereka membuka diri mereka terhadap rahmat Allah ini. Jika kita meneliti dengan saksama Alkitab dan konteks sosio-historis Palestina pada abad pertama, kita menemukan bahwa Yusuf dan Maria adalah orang tua yang sesungguhnya tidak mampu untuk Yesus. Meskipun datang dari klan Daud, Yusuf adalah seorang tukang kayu miskin dari Nazaret. Maria adalah wanita yang sangat muda, dan hampir tidak siap untuk hamil, apalagi untuk melahirkan dan mengasuh anak.
Yusuf memang orang yang taat karena dia tahu dan hidup menurut hukum Musa, namun ketika dia mengetahui bahwa Maria mengandung anak yang bukan miliknya, pastilah dia merasa dikhianati dan sangat terluka. Untuk memuaskan kemarahannya, dia bisa secara terbuka menuduh Maria melakukan perzinahan dan membiarkan masyarakat merajam dia, namun akhirnya, dia memutuskan untuk secara diam-diam menceraikan Maria dan menyelamatkan nyawanya dan bayinya. Namun, tidak hanya itu, Malaikat memerintahkan Yusuf untuk mengambil Maria sebagai istrinya. Ini berarti Yusuf harus mengakui anak itu sebagai miliknya sendiri, dan dia akan hidup dengan penghinaan sebagai orang yang bersetubuh dengan perawan sebelum menikah. Hal yang sama dengan Maria. Meskipun dia tidak dapat memahami tentang bayinya yang ada di rahim, dia sadar bahwa memiliki anak di luar nikah berarti aib dan bahkan kematian. Dengan kehadiran Yesus bukan berarti hidup mereka menjadi lebih mudah. Simeon memperingatkan Maria bahwa pedang akan menembus jiwanya. Maria akan melihat anaknya sendiri diperlakukan seperti binatang dan disalibkan. Yusuf harus bekerja lebih keras untuk menyediakan bagi Yesus dan Maria, dan terus menanggung aib di tengah masyarakat. Pasangan kudus sesungguhnya tidak memiliki kehidupan yang nyaman bahkan dengan Yesus di tengah-tengah mereka. Namun, baik Maria maupun Yusuf menerima rencana Allah, dan membuka diri terhadap kasih karunia Allah yang memenuhi hidup mereka, dan inilah yang membuat mereka sungguh kudus.
Kita menyadari bahwa membangun keluarga kudus adalah panggilan yang sulit. Seperti Yusuf dan Maria, kita akan menghadapi masalah yang sulit, mulai dari ketidakstabilan finansial sampai kepribadian yang berbeda, dan bergantung pada kekuatan kita sendiri, kita pasti jatuh. Namun, seperti Maria dan Yusuf, kita membuka diri terhadap anugerah Tuhan, karena ketika Tuhan memanggil kita dalam kekudusan dalam keluarga, Dia pasti akan membawa kita kepada kesempurnaan dan buah berlimpah.
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
