Minggu ke-15 dalam Masa Biasa [C]
Juli 13, 2025
Lukas 10:25-37
Jika kita berada dalam situasi yang sama dengan perumpamaan yang diceritakan Yesus, apakah yang akan kita lakukan? Apakah kita akan bertindak seperti imam dan orang Lewi yang mengabaikan dan menghindari orang yang terluka itu? Atau apakah kita, seperti orang Samaria yang menunjukkan belas kasih dan menolong orang yang membutuhkan? Ataukah kita akan melakukan sesuatu yang sama sekali berbeda?

Di era digital seperti sekarang ini, dengan adanya gadget berteknologi tinggi, kita bahkan mungkin melakukan hal yang tidak terpikirkan dan tidak terbayangkan, terutama di zaman Yesus. Alih-alih menolong, kita mungkin akan mengeluarkan ponsel kita untuk merekam kejadian tersebut, mengambil foto selfie dengan korban, atau bahkan membuat livestreaming kejadian tersebut! Walaupun kedengarannya aneh, hal ini tidak sepenuhnya mengada-ada.
Kita hidup dua milenium setelah Orang Samaria yang Baik Hati ini, dan kehidupan modern membuat kita semakin sulit untuk berbuat baik dan menolong mereka yang membutuhkan. Sebelum menolong seseorang, kita menghadapi banyak sekali keraguan dan ketidakpastian: Apakah orang ini benar-benar membutuhkan pertolongan, atau hanya penipuan? Apakah saya bisa mendapat masalah karena menolongnya? Apakah saya punya waktu, dengan pekerjaan dan tanggung jawab lainnya? Kerumitan hidup modern sering kali melumpuhkan kita, sehingga sulit untuk mengasihi sesama kita, terutama mereka yang paling membutuhkan. Jadi, bagaimana seharusnya kita menanggapinya?
1. Mengasihi Sesama Adalah Mengasihi Allah
Kita perlu mengingat bahwa mengasihi sesama kita haruslah merupakan ungkapan kasih kita kepada Allah. Injil memanggil kita untuk mengasihi Allah dengan sepenuh hati dalam segala hal yang kita lakukan. Ini berarti bahwa bekerja keras untuk menafkahi keluarga kita adalah tindakan kasih kepada Allah, karena Allah mempercayakan mereka dalam pemeliharaan kita. Membesarkan anak-anak kita dalam hikmat dan iman adalah ungkapan pengabdian kita kepada-Nya karena mereka adalah anugerah Tuhan. Bahkan merawat tubuh kita, melalui makanan sehat dan kebiasaan yang baik, juga merupakan bentuk penghormatan kepada Allah, karena tubuh kita adalah berkat-Nya bagi kita.
2. Ketahuilah Prioritas Kita dalam Kasih
Kita bukanlah superhero! Kita tidak dapat menolong semua orang sekaligus. Tanggung jawab pertama kita adalah mengasihi mereka yang telah Tuhan tempatkan dalam pemeliharaan kita. Sebagai orang tua, tugas utama kita adalah melindungi, menafkahi, dan mendidik anak-anak kita. Jika kita menghabiskan lebih banyak waktu untuk melayani di gereja dan mengabaikan keluarga kita, tentu ada sesuatu yang salah. Hanya setelah kita memenuhi tanggung jawab utama kita, menolong orang lain akan mengalir dengan alamiah, dan bukan sekedar pelarian atau mencari sensasi.
3. Tahu Cara Mengasihi dengan Baik
Setelah mengetahui siapa yang perlu kita kasihi, maka kita perlu tahu bagaimana cara mengasihi mereka. Mengasuh anak, misalnya, menuntut dedikasi total. Mengapa? Tuhan merancang anak-anak untuk membutuhkan lebih dari sekedar makanan, tempat tinggal, dan pakaian. Mereka membutuhkan kehadiran emosional, teladan, dan bimbingan yang konstan. Banyak permasalahan perkembangan dan kesehatan mental pada anak-anak saat ini berasal dari ketidakhadiran orang tua – baik secara fisik maupun emosional – yang menganggap bahwa uang dapat menyelesaikan segalanya.
Menjadi Orang Samaria yang Baik Hati dimulai dari rumah. Jika kita tidak bisa mengasihi orang-orang terdekat kita, bagaimana kita bisa benar-benar mengasihi orang yang kita tidak kenal?
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
Pertanyaan-pertanyaan panduan:
Bagaimana kita mengasihi diri kita sendiri? Bagaimana kita mengasihi pasangan kita? Bagaimana kita mengasihi anak-anak kita? Bagaimana kita mencintai panggilan kita? Bagaimana kita melihat prioritas cinta kita?









