Tuhan Kehidupan

Minggu Biasa ke-10. 5 Juni 2016 [Lukas 7: 11-17]

“Yesus berkata, Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah! (Luk 7:14)”

Jesus raises the son of the Widow of Nain 2Tampaknya Alkitab mengandung banyak kematian. Hampir semua tokoh di dalam Alkitab meninggal dunia. Beberapa dari mereka beruntung karena meninggal dalam damai, seperti Abraham, Daud dan Yosua. Namun, kebanyakan mengalami kematian tragis. Abel dibunuh oleh saudaranya sendiri. Musa meninggal sebelum ia bisa masuk Tanah Perjanjian. Yakobus, rasul pertama yang menjadi martir setelah dipenggal. Dan kita tidak lupa sangat banyak individu yang tak bernama menjadi korban perang, penyakit dan bencana alam di Alkitab. Dalam Injil hari ini, seseorang meninggal dalam usia muda dan meninggalkan ibunya yang janda sendirian. Masa ini adalah masa buruk untuk tinggal dan hidup.

Kita bersyukur karena kita hidup di dunia yang lebih baik di mana ekspetasi hidup jauh lebih tinggi daripada zaman Yesus. Dengan teknologi medis modern dan praktisi medis yang terlatih dan handal, kita bisa menikmati kwantitas dan kualitas hidup yang lebih baik. Jika saja pemuda dari Nain hidup hari ini, dia tidak akan mati dalam usia muda. Namun, dengan semua kemajuan yang kita miliki, kematian tetap menjadi realitas yang tidak terhidarkan. Tak salah jika Benjamin Franklin berkata, Di dunia ini tidak ada hal yang pasti kecuali kematian dan pajak. Hal-hal ini dapat memdorong kita untuk berpikir bahwa Allah adalah tuhan yang tidak peduli dengan ciptaan-Nya dan mengizinkan kita untuk menderita dan akhirnya kehilangan hidup ini.

Tergerak oleh belas kasihan, Yesus menghidupkan kembali sang pemuda. Membangkitkan orang dari kematian merupakan salah satu mujizat terbesar Yesus, dan ini tidak hanya tercatat dalam Injil Lukas, tetapi dalam keempat Injil. Kisah pemuda dari Nain menyerupai kisah anak perempuan dari kepala rumah ibadat di Matius 9 dan Markus 5, dan kisah Lazarus, saudara Maria dan Marta di Yohanes 11. Namun, kita paham bahwa sang pemuda yang dihidupkan kembali akhirnya akan menemui kematian lagi. Yesus tampaknya sekedar mensiasati kematian dan memberikan harapan palsu kepada sang janda dan orang banyak yang mengharapkan kedatangan ‘nabi besar’.

Kita perlu memahami bahwa mujizat-mujizat Yesus bukanlah solusi instan untuk permasalah kita, tetapi pada dasarnya adalah pedagogis, yang berarti mujizat dirancang untuk mengajari kita nilai-nilai utama. Yesus datang untuk memperbaiki pola pikir bangsa Israel dan kita tentang Tuhan. Saat ibu janda yang berduka dan kerumunan yang lesu berjalan menuju kuburan, yang menjadi simbol keputusasaan, Yesus menghentikan mereka dan menunjuk ke arah yang berbeda. Mereka tidak dapat menemukan Allah di antara orang mati, karena Dia bukan Tuhan orang mati, melainkan orang hidup (Mrk 12:27). Tak dapat disangkal, kita semua akan menghadapi kematian, tetapi hidup bukanlah tentang kematian, tapi tentang hidup, dan bagaimana kita menghidupi hidup sepenuhnya.

Ya, kita mati setiap hari karena dosa-dosa kita, kegagalan, dan permasalahan. Seperti orang-orang yang menyertai sang janda, kita berjalan menuju kuburan keputusasaan. Kita remuk oleh beratnya masalah keuangan. Kita luluh karena beban kerja yang berat. Kita tertekan oleh kesulitan dalam keluarga. Kita lupa untuk hidup secara penuh karena kita memusatkan perhatian kita pada kematian. Tapi, kita tidak boleh putus asa karena Allah kita bukanlah Allah kematian namun kehidupan, dan Putra-Nya datang untuk membawa kita sekali lagi kepada hidup. Aku datang supaya mereka memiliki hidup dan memiliki lebih berlimpah (Yoh 10:10).”

Bersama dengan St. Paulus, kita akan berani mengatakan, Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa. Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami. (2 Kor 4: 8-10).”

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Leave a comment