Minggu Biasa kedelapan belas. 31 Juli 2016 [Lukas 12:13-21]
“…jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah (Luk 12:21)”
Keserakahan dan ketamakan adalah dosa yang sangat menhancurkan. Ketamakan dapat menjangkiti praktis siapa pun, kaya dan miskin, tua dan muda, awam dan bahkan para pemimpin Gereja. Ketamakan dapat dimengerti sebagai hasrat yang tak terkendali untuk memiliki kekayaan atau harta benda. Keserakahan melahirkan berbagai bentuk korupsi, pencurian, penipuan dan kekerasan. Keserakahan menghasilkan ketidakadilan dan kemiskinan. Dan ketidakadilan dan kemiskinan menyebabkan penderitaan bagi jutaan orang dan kerusakan permanen pada bumi ini.
Kadang-kadang, kita dapat dengan mudah menuduh beberapa orang di pemerintahan dan dunia bisnis sebagai serakah. Memang, dengan posisi kekuasaan dan kapasitas intelektual, mereka dapat menyedot sejumlah besar uang hanya untuk diri mereka sendiri. Dana dari para masyarakat pembayar pajak yang seharusnya digunakan untuk membangun bangsa, malah masuk ke kantong pribadi mereka. Tapi, kita harus ingat bahwa keserakahan tidak hanya mempengaruhi mereka yang kaya tetapi semua orang, termasuk juga orang miskin.
Film Slumdog Millionaire (2008) mengkisahkan Salim dan Jamal Malik yang menjadi korban ketidakadilan dan keserakahan. Setelah pembunuhan ibu mereka karena kebencian agama di daerah kumuh di India, mereka dipaksa untuk tinggal di tempat pembuangan sampah. Kemudian, mereka diadopsi oleh sindikat ‘pengemis profesional’. Salah satu adegan yang mengungkapkan bentuk keserakahan yang mengerikan adalah salah satu anak laki-laki dengan suara merdu, Arwind, dibutakan. Jamal berkomentar kemudian, “penyanyi buta berpenghasilan ganda.” Bagian terburuk dari film ini adalah bahwa film ini tidak sekedar fiksi belaka, tetapi banyak peristiwa seperti ini terjadi dalam kehidupan kita.
Ketamakan bahkan lebih menghacurkan karena dosa ini tidak hanya tentang kekayaan. Ketamakan adalah dosa yang menghancurkan identitas kita sebagai manusia, diciptakan sebagai citra Allah, dengan kapasitas untuk mengasihi dan berbagi. Dalam perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh Minggu ini, kita menemukan orang kaya hanya peduli dirinya sendiri, panenanya, hartanya, hidupnya dan masa depannya sendiri. Tidak ada tempat bagi orang lain, apalagi Tuhan di dalam hatinya. Keserakahan menghancurkan kemanusiaan kita sampai keintinya. Kita menggemgam erat kehidupan kita dan apa yang kita miliki, dan gagal untuk melihat bahwa semua yang kita miliki adalah berkat untuk dibagikan.
Hanya beberapa hari yang lalu, Romo Jacques Hamel dibunuh di dalam Gereja oleh teroris bersenjata. Gereja Saint Etienne-du-Rouvray di Perancis utara diserbu saat misa pagi. Dia dan seorang umat akhirnya meninggal setelah leher mereka digorok. Sementara dunia terkejut dengan tindakan pengecut keji ini, kita sekali lagi diundang untuk melihat lebih dalam kehidupan imam yang sederhana ini yang memberi hidupnya sampai akhir. Kita mungkin percaya bahwa hidup dirampas darinya, tapi kita lupa bahwa sebenarnya dia telah memberikan hidupnya jauh sebelum hari kemartirannya. Dia hidup sederhana dan pada usia 84, dia tetap setia merayakan sakramen dan melayani umat Tuhan setiap hari dalam hidupnya. Dia memberikan hidupnya bagi Tuhan dan Gereja. Kematiannya bukanlah suatu kerugian, tapi sebuah peneguhan atas kemurahan hatinya yang menginspirasi dunia. Sebagaimana St. Tertulian pernah berkata, “Darah para martir adalah benih umat Kristiani.”
Kemurahan hati dari Rm. Hamel ini adalah refleksi dari panggilan terdalam kita sebagai manusia, sebagai citra Allah. Dan hanya dalam kasih yang sejati dan kemurahan hati yang melimpah, kita dapat melawan keserakahan dan ketamakan yang menjangkiti jiwa kita.
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
