Menjadi Murid Yesus

Minggu pada Pekan Biasa ke-23. [4 September 2016] Lukas 14:25-33

Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku (Luk 14:26).

ISRAEL-PALESTINIAN-RELIGION-CHRISTIANTY-EASTER

Menjadi seorang murid adalah jati diri penting dari pengikut Yesus. Pada masa kini, seorang murid dapat berarti seorang siswa sebuah sekolah tertentu. Seperti Frater Bayu adalah mahasiswa University of Santo Tomas, Manila. Namun, di zaman dahulu, terutama dalam tradisi Timur dan Yahudi, menjadi murid memiliki pemahaman yang berbeda. Seorang murid tidak hanya akan menerima ajaran gurunya, tapi benar-benar mengikuti sang guru kemanapun dia akan pergi dan tinggal. Murid tidak hanya akan belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan, tetapi juga menyaksikan dan meniru bagaimana sang guru menjalani hidupnya. Mereka berbagi makan yang sama, dan mereka adalah bagian dari sukacita dan pergulatan sang guru. Dengan demikian, menjadi murid tidak hanya tentang pendidikan intelektual, tetapi merupakan formasi holistik. Pada dasarnya sang murid akan menjadi bagian hidup sang guru.

Oleh karena itu, masuk akal bagi kita sekarang, ketika Yesus menuntut agar para murid harus ‘membenci’ keluarga mereka serta kehidupan mereka. Untuk mengikuti Yesus kemanapun dia pergi berarti para murid harus meninggalkan keluarga, kehidupan dan pekerjaan yang mereka memiliki. ‘Membenci’ tidak berarti bahwa mereka membuat permusuhan dengan keluarga mereka, melainkan menjadikan mereka sebagai prioritas sekunder. Yesus adalah keluarga baru mereka, prioritas pertama mereka dan kehidupan nyata mereka sekarang.

Yesus sendiri memberi kita citra pemuridan: mengikuti Dia adalah seperti membawa salib. Untuk menjadi murid Kristus memang sulit dan menuntut radikal re-orientasi hidup kita. Namun, kabar baiknya adalah bahwa untuk menjadi murid Yesus bukanlah hal yang mustahil. Tidak sedikit pria dan wanita muda meninggalkan karir yang menjanjikan, masuk ke biara dan membaktikan diri bagi Tuhan dalam doa. Pria dan wanita awam mempersembahkan diri mereka sebagai misionaris dan dikirim ke penjuru dunia untuk berbagi sukacita Injil. Evangelizasi Filipina 400 tahun lalu hampir tidak mungkin kalau bukan karena imam-imam Spanyol yang bersemangat yang selama berbulan-bulan berlayar, mempertaruhkan nyawa mereka dan banyak yang tidak pernah kembali ke tanah air mereka. Ini adalah saudara dan saudari kita secara nyata meninggalkan segalanya untuk mengikuti Kristus.

Namun, menjadi murid Yesus tidak berarti bahwa kita harus meninggalkan keluarga kita. Mengikuti Kristus dapat terjadi dalam keluarga. Ketika seorang pria dan seorang wanita memutuskan untuk meninggalkan keluarga asal mereka, dan membangun keluarga Kristiani mereka sendiri, maka mereka telah menjadi komunitas para murid Kristus. Ketika orang tua berkomitmen dalam tugas sulit untuk membesarkan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang jujur dan beriman, mereka mengikuti Kristus. Lebih mendasar, menjadi murid Kristus terlihat jelas di dalam sakramen, terutama Ekaristi. Dalam Ekaristi, kita menjadi murid yang mendengarkan ajaran-Nya dan mengambil bagian dalam kehidupan-Nya di hosti suci. Akhirnya, kita diutus untuk memberitakan apa yang telah kita pelajari dan hidupi dalam Ekaristi.

Kita terus berdoa agar kita dapat menjadi murid-Nya sejati dan banyak juga akan terinspirasi untuk mengikuti-Nya dan berbagi kehidupan-Nya.

 Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Leave a comment