Minggu pada Pekan Biasa ke-8 (Tahun A) 26 Februari 2017 [Matius 6:24-34]
“Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon (Mat 6:24)”
Mamon dalam bahasa Aram, bahasa asli Yesus, berarti kekayaan, uang atau bahkan properti. Dan tidak ada yang dapat melayani Allah yang benar dan Mamon bersamaan. Dalam bahasa Yunani, Matius memilih kata yang lebih kuat dari “melayani” Mamon, tapi ia mengunakan untuk ‘menjadi budak’ Mamon. Seorang budak adalah seseorang yang tidak lagi memiliki kebebasan dan kehidupannya tergantung pada kemauan tuannya. Menarik untuk dicatat adalah bahwa Mamon itu bukan makhluk hidup, namun, banyak orang mau meletakkan kebebasan mereka untuk menjadi budaknya. Hal ini tidak rasional dan pada kenyataannya, tak terpikirkan, tetapi kenyataannya banyak orang yang memilih kekayaan dan melakukan hal-hal yang tidak manusiawi demi Mamon.
Bukan hal baru di banyak negara, pejabat pemerintah terlibat dalam korupsi besar-besaran, sementara warga biasa harus bekerja keras dan membayar pajak. Di Brazil, Filipina dan negara-negara lain, petani-petani kecil diusir dari rumah dan tanah mereka oleh tuan tanah yang serakah. Kita juga menghadapi Realitas suram perdagangan manusia yang terselubung namun sangat besar. Anak-anak dan perempuan diculik dan diperdagangkan sebagai komoditas, digunakan sebagai pengantar narkoba atau objek seks. Sementara yang lain menghadapi kematian karena organ tubuh mereka dijual di pasar gelap. Hutan dan pegunungan yang indah hancur karena penebangan liar dan pertambangan ilegal. Hal ini menyebabkan kehancuran ekologi, satwa terancam punah, sungai dan laut menjadi situs limbah beracun raksasa, dan tanah menjadi sangat tandus dan mati.
Penyembahan Mamon tidak hanya berlangsung di luar sana, tapi tanpa disadari, hal ini juga menjadi malapetaka di rumah dan keluarga kita sendiri. Siapa di antara kita yang kecanduan kerja dan mulai mengesampingkan tanggung jawab kita dalam keluarga dan mengabaikan kesehatan kita? Siapa di antara kita mulai berpikir bahwa memberikan uang kepada anak-anak kita sudah cukup untuk pertumbuhan mereka? Kadang-kadang, para imam dan rohaniawan terjebak dalam mentalitas yang sama. Kami melakukan pelayanan seolah-olah tidak ada hari esok. Kita mulai menyisihkan dasar-dasar seperti doa, studi, dan komunitas.
St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa kekayaan dan uang tidak dapat memuaskan kerinduan terdalam kita. Dia berpendapat bahwa tujuan kekayaan adalah untuk memenuhi kebutuhan duniawi kita yang fana, tetapi tidak bisa memenuhi kebutuhan spiritual dan tertinggi kita. Masalah sebenarnya terjadi ketika kita keliru dan menjadikan kekayaan sebagai pemenuhan keinginan kita yang tak terbatas. Kita membuat Mamon tuhan. Kita meninggalkan Allah yang benar dan semua masalah serius pun dating karena kita mulai menjadi seperti Mamon, tidak rasional, tidak berpikir dan tidak hidup.
Yesus memanggil kita untuk kembali ke Allah yang benar. Bentuk lain dari mamon, seperti kekayaan, uang, gadget, properti, mobil, sex, prestise, pekerjaan hanya menyeret kita ke dalam perbudakan dan kesengsaraan. Sulit memang karena kenikmatan instan yang kita terima, namun, hal ini perlu karena hanya Tuhan yang bisa membawa kita kebahagiaan sejati dan pembebasan. Kita dibebaskan dari ilusi keperkasaan kita, dari berlebihan ego-sentrisme kita. Tidak hanya kita dibebaskan, tetapi juga keluarga dan masyarakat kita, lingkungan kita dan bumi kita juga terbebaskan. Ingin membuat dunia kita menjadi tempat yang lebih baik? Lepaskanlah mamon dan biarkan Allah menjadi Allah kita!
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
