Minggu Keempat di Waktu Biasa [B]
20 Desember 2020
Lukas 1: 28-36
Natal semakin dekat dan Gereja mengundang kita sekali lagi untuk merenungkan kisah Kabar Sukacita. Izinkan saya untuk sekali lagi fokus pada “Fiat” atau jawaban Ya Perawan Maria [Fiat sendiri berasal dari bahasa Latin, artinya “terjadilah”]. Untuk mengerti lebih dalam jawaban Maria atas kehendak dan rencana Tuhan, kita perlu melihat setidaknya dua hal. Pertama, konteks sejarah dan sosialnya, dan kedua adalah analisis bahasa dari tanggapan Maria.
Maria adalah seorang gadis muda. Menurut tradisi, dia berusia sekitar 13 atau 14 tahun saat menikah dengan Yusuf. Bagi banyak dari kita yang tinggal di lingkungan perkotaan, pernikahan semacam ini terlalu dini. Tapi, praktik semacam ini tidak hanya wajar tetapi dibutuhkan. Kehidupan pada zaman itu sangat sulit, dan banyak orang meninggal dalam usia muda karena penyakit, kelaparan, bencana atau perang. Untuk menopang jumlah populasi yang sehat, gadis-gadis muda harus dipersiapkan untuk menjalankan tugas seorang ibu.
Injil menjelaskan bahwa Maria “bertunangan” dengan Yusuf dari keluarga Daud. Kata pertunangan sebenarnya kurang tepat, karena tidak menggambarkan realitas yang terjadi. Dalam komunitas Yahudi, ada dua tahap pernikahan. Tahap pertama adalah pertukaran janji antara pria dan wanita. Dengan pertukaran janji ini, Maria dan Yusuf sudah menjadi pasangan suami istri di mata hukum dan masyarakat Yahudi. Dari pertukaran janji ini, pasangan ini harus menunggu sekitar satu tahun sebelum pengantin wanita memasuki rumah yang telah disiapkan oleh pengantin pria. Biasanya, tahap kedua ini dimulai dengan prosesi cahaya dari tempat asal pengantin wanita ke rumah barunya yang menjadi tempat berbagai ritual upacara pernikahan dan resepsi akan dilangsungkan.
Secara hukum, Maria adalah istri Yusuf, dan jika Maria tidak setia, hal ini dianggap perzinaan. Hukum Taurat membenci perzinaan karena hal ini mencerminkan ketidaksetiaan Israel terhadap Yahwe, sebuah pelanggaran dari perjanjian suci. Karena itu, bagi mereka yang tidak setia, hukuman berat menanti mereka. Dalam Ulangan 20:22, Hukum Taurat secara eksplisit menyatakan bahwa jika seorang wanita yang telah mengikrarkan janji nikah dan melakukan perzinaan, dia dan pria itu akan dilempari batu sampai mati. Sebagai seorang Yahudi yang baik, Maria menyadari konsekuensi yang mengerikan ini, ketika malaikat agung Gabriel menyatakan kepadanya sebuah kabar gembira. Jika dia memberikan persetujuannya, besar kemungkinannya Maria akan menghadapi kematian yang mengenaskan. Tentunya, siapa yang akan mempercayai Maria jika dia mencoba menjelaskan bahwa bayi yang dikandungannya adalah karena kuasa Roh Kudus. Orang-orang akan berkata, “Dia pasti sudah gila!”. Namun, meski masa depan mengerikan menunggunya, Maria tetap menerima misinya.
Sekarang mengapa dia mengatakan Fiat? Saya dulu berpikir bahwa Fiat Maria adalah tentang menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Dia tidak mengerti tetapi imannya memungkinkan dia untuk percaya dan berpasrah kepada Tuhan. Dalam menghadapi bahaya yang mengancam jiwanya, iman seperti ini sanggatlah luar biasa. Namun, saat saya membaca lebih banyak tentang Fiat ini, saya menemukan bahwa Fiat Maria lebih dari sekadar tindakan penyerahan atau pasrah diri. Kata Yunani yang digunakan Maria adalah “genomai”. Kata ini istimewa karena sejatinya tidak mengungkapkan penyerahan, tetapi kerinduan.
Detail kecil ini menunjukkan perbedaan yang besar. Maria tidak hanya sekedar tunduk pada kehendak Tuhan, tetapi dia berhasrat untuk berpartisipasi dalam pemenuhannya. Dia tidak pasif menerima takdirnya, melainkan secara proaktif memenuhi rencana Tuhan dalam dirinya. Tidak ada jejak ketakutan, keraguan dan kekhawatiran. Fiat Maria didorong oleh semangat, harapan, dan keinginan kuat. Meskipun hari esok suram, dia tahu bahwa dia akan berangkat ke perjalanan yang luar biasa tak terbayangkan bersama Tuhan. Bagi Maria, rencana Tuhan selalu merupakan rencana terbaik, dan satu-satunya jalan untuk mencapai potensi terbaik kita, keselamatan kita.
Apakah kita melihat seperti Maria melihat? Apakah kita memiliki iman seperti Maria? Apakah Fiat Maria adalah Fiat kita juga?
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
photo credit: arni svanur
