Sepuluh Perintah Allah

Minggu ke-3 Masa Prapaskah [B]

3 Maret 2024

Keluaran 20:1-17

Pada hari Minggu ini, Gereja mengajak kita untuk merenungkan Sepuluh Perintah Allah (bacaan pertama). Namun, jika kita membaca teks asli bahasa Ibrani, kita akan menemukan sesuatu yang sangat menarik. Allah tidak mengatakan bahwa Dia memberikan ‘perintah-perintah-Nya’, tetapi Dia memberikan ‘Sabda-sabda-Nya’(הַדְּבָרִ֥ים – baca: a-debarim). Mengapa Allah memilih ‘sabda’ daripada ‘perintah’? Lagi pula, isi dari sabda-Nya sebenarnya adalah tentang hukum atau perintah?

Jawaban pertama dapat kita temukan dalam kisah penciptaan (Kej. 1). Allah menciptakan dunia dan umat manusia dengan ‘sabda-Nya’, dan di Gunung Sinai, Allah membentuk Israel sebagai umat-Nya dengan hukum-hukum yang diberikan melalui ‘sabda’-Nya. Paralel ini menunjukkan kepada kita bahwa ‘hukum-hukum’ yang diturunkan di Sinai bukanlah hal yang baru, tetapi Tuhan telah menetapkannya sejak awal mula. ‘Sepuluh Perintah’ bukan sesuatu yang dipaksakan dari luar, tetapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ciptaan dan pribadi manusia. Rancangan Allah adalah dengan menaati ‘perintah-perintah’ tersebut, bangsa Israel dapat kembali ke Eden, di mana mereka dapat menemukan kebahagiaan sejati mereka.

Jawaban kedua adalah bahwa pilihan kata ‘sabda’ dan bukan ‘perintah’ menunjukkan kodrat dari hukum-hukum yang Tuhan berikan di Sinai. Allah tidak memperlakukan bangsa Israel (dan juga kita semua) seperti budak di bawah rezim teror. Dia tidak memaksakan aturan-Nya kepada kita dan akan menghukum kita dengan keras ketika kita tidak menaati-Nya. Namun, Tuhan memperlakukan kita sebagai anak-anak-Nya yang dewasa, dan dapat dengan bebas menerima hukum-hukum ini karena kita menyadari bahwa ‘hukum-hukum’ ini memang bermanfaat bagi kita.

‘Hukum-hukum’ ini tidak dipaksakan dari luar kepada kita, tetapi berasal dari dalam diri kita. Seperti gravitasi yang bukanlah sesuatu yang ditambahkan secara eksternal tetapi merupakan bagian integral dari alam semesta, begitu juga dengan ‘sepuluh Sabda Allah’. Kita dapat menggunakan akal sehat kita untuk menemukan hukum-hukum tersebut di dalam hidup kita. Menggunakan pikiran yang jernih, kita akan setuju bahwa membunuh, mencuri, dan berzina adalah hal buruk. Dengan nalar yang benar, kita tahu bahwa menghormati orang tua kita adalah upaya yang baik. Dan, dengan pemikiran logis, kita akan menemukan Tuhan yang esa dan benar. Karena ‘hukum’ adalah bagian integral dari sifat alami kita, melanggarnya berarti kita membahayakan diri kita sendiri.

Jawaban ketiga adalah bahwa ‘sabda’ adalah media komunikasi. Sepuluh perintah Allah adalah sabda-Nya; dengan demikian, melalui sabda-Nya, kita dapat berkomunikasi dan memahami Dia dengan lebih baik. Dan, ketika kita mengenal Allah dengan lebih baik, kita menjadi lebih dekat dengan-Nya. Sepuluh Perintah Allah bukanlah tembok besar yang menjauhkan kita dari Allah, melainkan sebuah jembatan yang menghubungkan kita dengan kasih-Nya yang luar biasa.

Di masa Prapaskah ini, kita diundang untuk merenungkan lebih dalam tentang ‘Sepuluh Sabda’ ini. Kita dapat merenungkan setiap perintah: Apa tujuannya? Manfaat apa yang diberikannya kepada kita? Apa kerugian yang ditimbulkannya jika kita melanggarnya? Allah seperti apa yang menciptakan hukum ini?

Roma

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Leave a comment