Minggu ke-2 Masa Biasa [C]
16 Januari 2022
Yohanes 2:1-11
Saya benar-benar beruntung dapat mengunjungi kota Kana di Galilea tepat sebelum pandemi covid-19 merajalela. Di sana, saya berkesempatan memimpin pembaruan ikrar janji nikah pasangan-pasangan yang ikut dalam perziarahan. Salah satunya adalah orang tua saya, dan tentu saja, itu adalah saat yang cukup membuat saya canggung. Namun, saya sangat bersyukur ketika saya menyadari kesetiaan mereka, melalui suka dan duka kehidupan pernikahan, tetapi yang terpenting, saya bersyukur atas rahmat Tuhan yang berkerja dalam hidup mereka.

Masyarakat modern kita ditandai oleh banyaknya pasangan suami istri yang menghadapi masalah pelik pernikahan dan juga orang-orang muda yang tidak lagi melihat pernikahan sebagai bagian mendasar dari kehidupan mereka. Perceraian menjadi normal baru, dan perselingkuhan merajalela. Kekerasan dalam rumah tangga mewarnai media berita dan media sosial kita. Ada pasangan-pasangan menolak untuk memiliki anak atau hanya menyerahkan anak kecil mereka ke babysitter. Beberapa orang bahkan menolak sama sekali pernikahan, dan menganggap pernikahan dan keluarga sebagai beban dan ‘penjara’. Beberapa lebih memilih hewan peliharaan daripada membesarkan keluarga manusia yang nyata.
Pernikahan dan membesarkan anak tentunya tidak mudah, tetapi itu sangat penting bagi masa depan kita sebagai umat manusia. Namun, hal ini bukan hanya masalah kelansungan kita sebagai spesies, tetapi juga merupakan rencana Tuhan bagi kita untuk berpartisipasi dalam kepenuhan hidup. Jika kita melihat lebih dekat pada Alkitab, kita akan menemukan tempat sentral dari pernikahan di dalam Kitab Suci. Kisah penciptaan memuncak dengan pria dan wanita menjadi satu dalam perjanjian pernikahan. Mukjizat pertama Yesus terjadi dalam konteks pernikahan dan bagi pasangan yang sedang menikah. Buku terakhir dari Alkitab, Kitab Wahyu, berakhir dengan pesta pernikahan Anak Domba.
Lalu, bagaimana kita mengatasi masalah-masalah besar yang menimpa pernikahan? Tentu banyak hal yang perlu kita lakukan, namun ada satu cara mendasar yang tidak boleh kita lewatkan. Injil memberitahu kita bahwa masalah kekurangan anggur dihindari karena pasangan itu mengundang Yesus, dan ibu-Nya. Maria memperhatikan masalah serius yang ada dan meminta Putranya untuk campur tangan. Yesus melakukan mukjizat-Nya yang pertama, dan bukan hanya masalah anggur terpecahkan, tetapi mereka juga mendapatkan anggur terbaik. Semua ini terjadi bahkan tanpa disadari oleh pasangan yang berpesta tersebut tersebut.
Ini adalah pelajaran berharga dari Pernikahan Kana. Sudahkah kita mengundang Yesus dan sang Bunda-Nya ke dalam pernikahan dan keluarga kita? Apakah kita mengandalkan Tuhan dalam upaya kita membesarkan anak-anak kita? Sudahkah kita mendekatkan satu sama lain kepada Tuhan? Jika kita membawa Tuhan dalam pernikahan dan keluarga kita, saya percaya bahwa Tuhan telah melakukan hal-hal yang luar biasa bahkan tanpa kita sadari.
Kembali ke Injil ini, kepala pelayan memuji pengantin pria karena anggur terbaik yang bertahan sampai akhir. Ketika pernikahan dan keluarga kita berhasil melewati badai kehidupan, kita diundang untuk menyadari bahwa anggur terbaik adalah dari Tuhan. Pernikahan yang bahagia terdiri dari pasangan yang bersyukur.
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
